KAWAN SEJATI
Aku sudah lama mengenal Arya. Dia teman yang baik. Dia bersahabat dengan dengan Isal yang kurang mampu, Nina yang maaf kakinya kecil. Arya memang bersa- bat dengan siapa saja. Termasuk aku yang berbeda agama dengannya. Arya tidak pernah membeda-bedakan agama. Arya rajin sekali shalat. Setiap jam istirahat, dia menyempatkan diri untuk shalat Dzuhur di masjid, dekat sekolah.
Arya juga seorang yang ringan tangan, suka membantu siapa saja. Isal sering diberi uang untuk membayar SPP atau membeli buku, Nina sering dibela ketika ada orang yang iseng padanya, Feli sering diajari matematika…Dan aku sering diajari bahasa Indonesia. Sebab aku kurang suka pelajaran ini. Aku sering diantar sekolah. Aku selalu diberinya semangat untuk berprestasi, tidak hanya sekali dua kali Arya memberiku makanan, buku bahkan mainan. Arya tidak memandangku sebagai orang yang kurang mampu, bodoh ataupun berbeda agama. Dia memang baik. Memberi tanpa mengharap imbalan apapun.
Arya adalah anak yang sangat pintar. Dari kelas satu sampai saat ini, dia selalu menduduki rangking pertama. Ia banyak menjuarai berbagai macam perlombaan. Mulai dari lomba melukis, baca puisi, mengarang, lomba mata pelajaran bahkan menjadi siswa teladan se-provinsi.
Arya yang sempurna di mata siapa saja. Dan aku tidak iri padanya, sebab dia memang pantas mendapatkan semua itu. Dia rajin belajar dan ikut berbagai macam les. Namun beberapa hari ini, entah kenapa Arya tidak seperti biasanya. Siang tadi, ia tidak menyapaku. Bahkan menghindar ketika aku mencoba mengajaknya berbicara. Dia tidak pernah lagi mengajariku, mengantarku, memberiku apapun. Sudah satu minggu, aku tidak berharap Arya selalu membantu aku. Tapi kenapa Arya begitu berubah?
“Sal, kenapa ya akhir-akhir ini, Arya sangat berubah padaku? Arya pernah cerita tentang aku tidak?”
“Kok sama? Arya juga berubah padaku. Dia tidak mau lagi berbicara apalagi menyapaku.”
Jawaban Isal membuatku kaget. Arya juga berubah pada Isal. Ada apa ya?
“Aku lihat, Arya sering murung di kelas. Dia selalu menyendiri di masjid. Biasanya, dia hanya shalat di masjid. Tapi kali ini, dia berada disana selama jam istirahat. Tak pernah bermain dengan kita lagi,” kata Isal.
“Kira-kira, Arya punya masalah apa ya, Sal?”
Isal mengangkat bahu, tanda tak tahu. Bel masuk berbunyi. Aku belum melihat Arya, padahal biasanya jam 06.30 dia sudah berada di sekolah.
“Arya Danu Himawan!” Pak guru memanggil kami satu per satu.
“Belum hadir, Pak,” seru Isal.
Pak Hadi meletakkan kacamatanya.
“Kenapa Arya tidak berangkat?”
“Saya tidak tahu, Pak,” jawabku dan Isal hamper berbarengan.
“Tidak seperti biasanya Arya tidak berangkat sekolah. Nanti salah satu diantara kalian, main ke rumahnya ya?” kata Pak Hadi, guru IPA kami.
“Ya, Pak.”
Saat istirahat, aku mendapat kabar dari wali kelas kami, kelas V, bahwa Arya sedang izin keluar kota sehingga aku dan Isal tidak jadi ke rumahnya.
*****
Sudah satu minggu, Arya tidak ke sekolah. Aku mulai mengkhawatirkannya. Apakah dia sudah pulang dari luar kota? Dalam perjalanan pulang, aku berpikir beberapa kali. Aku ingin ke rumahnya, tapi ada tidak ya? Sudahlah, ke rumahnya saja. Kalau nanti dia belum pulang juga tidak apa-apa. Aku mengajak Isal dan Feli.
Selama perjalanan, aku dan teman-teman bercerita tentang kebaikan Arya. Banyak sekali kenangan-kenangan yang menyenangkan bersama dia. Bukan karena Arya selalu memberi kami makanan, buku atau yang lain tapi sikap dan perilakunya yang sopan, baik dan menyenangkan. Kami tidak pernah melihat dia meremehkan orang lain. Dia yang sangat dermawan. Pernah suatu hari, saat hujan lebat sepulang sekolah kami meihat burung yang kedinginan dan lemah. Kebetulan, kami jalan kaki waktu itu. Arya langsung meraih burung kecil itu, menghangatkannya dengan handuk di atas perapian.
Diberinya burung itu makanan dan minuman. Esoknya, burung itu telah sehat dan terbang bebas.
Arya tidak pernah membiarkan seorang pengemis lewat begitu saja, pasti ia akan memberi sesuatu untuk mereka. Arya, kami semua merindukan kamu di sini.
“Assalamu’alaikum!” seru Isal.
“Arya!” kataku.
Aku mendengar ada seseorang yang menjawab. Ibu Arya membukakan pintu. Beliau menyambut kehadiran kami dengan ramah.
“Kami ingin bertemu Arya, tante. Apakah dia masih di luar kota?” Tanya Feli.
“Alhamdulillah, Arya sudah pulang. Dia sedang di kamar. Yuk, ke kamarnya saja.”
Aku dan teman-teman senang sekali bisa bertemu dengan Arya lagi.
“Assalamu’alaikum!” kata Isal dan Feli.
Arya mengesampingkan badannya ke tembok, membelakangi kami.
“Aku tidak mau bertemu dengan kalian !” kata Arya membuat kami sangat kaget.
Apakah kami punya salah? Aku bertanya dalam hati.
“Ummi, suruh mereka pergi, Mi!” seru Arya lagi.
Kami kebingungan. Ibu Arya mengajak kami keluar dari kamar.
“Maafkan Arya, ya. Dia dan kami memang sedang mendapat ujian yang berat. Arya sakit kanker otak. Kemarin selama seminggu, di dirawat di luar kota. Secara tidak sengaja, Arya mendengar pembicaraan tante dan om tentang penyakitnya. Dan dia belum bisa menerima cobaan ini. Dia menarik diri, tidak mau sekolah lagi, tidak mau bertemu dengan teman-teman, meskipun kata dokter dia bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Penyakitnya masih tahap ringan dan kemungkinan sembuh cukup besar. Tapi Arya tidak mau. Mungkin, dia merasa rendah diri, mempunyai penyakit seperti itu atau dia takut akan suatu hal. Tante juga kurang tahu. Sejak tahu tentang penyakitnya, ia sedikit bicara.”
Ibu Arya kelihatan sedih sekali. Aku sangat kaget mendengar Arya menderita kanker otak. Kami tidak menyangka sama sekali.
Akhirnya, kami pamit pulang setelah kami menghabiskan makan siang yang disediakan ibu Arya.
Pikiranku tertuju pada Arya. Arya yang baik. Dia mendapat cobaan yang begitu berat. Aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa ngobrol bersama dia. Aku ingin memberinya semangat. Aku ingin berada di sampingnya ketika dia dalam keadaan sedih, apalagi sakit seperti itu. Feli dan Isal pun begitu. Mereka juga ingin menghibur Arya. Tapi bagaimana caranya?
Ah, aku dapat ide! Aku akan menulis surat untuknya dan aku titipkan pada ibunya Arya. Aku mengungkapkan ideku pada Isal dan Feli. Mereka sepakat untuk menulis surat juga.
*****
Untuk Arya di rumah.
Maaf, ya Ar kalau surat ini mengganggu istirahat kamu. Aku kangen banget Ar.
Enggak ada kamu sepi. Aku ingin ngobrol, belajar, bercanda sama kamu kayak dulu. Lewat tulisan ini, setidaknya kangenku biaa berkurang.
Eh, kamu inget kan sama Bu Karyo, orang yang sering kita tolong membawakan barang dagangannya ke kantin sekolah. Beliau nanyain kamu terus. Para guru apalagi, semua teman-teman juga. Kamu kan kenal sama orang-orang satu sekolah, jadi mereka pada nanya saat kamu tidak ada.
Ar, kapan kamu sekolah? Kami benar-benar mengharap kamu bersama kami lagi.
Eh, dua minggu lagi ada lomba pidato lho! Kamu kan paling hobi ikut perlombaan. Pasti kamu bisa jadi juara. Kamu cepet sehat, ya! Kami ingin kamu menjadi wakil sekolah kita. Ok!
Aku selalu berdoa untuk kamu, agar diberi kesembuhan dan kesehatan. Agar kita bisa bermain lagi, bisa sama-sama menolong orang-orang yang membutuhkan kita, kata kamu beramal istilahnya. Feli dan Isal juga selalu berdoa untuk kamu. Aku mendengar mereka berdoa sehabis shalat di masjid.
Sukses selalu buat kamu! Aku tunggu kamu di sekolah ya.
Salam persahabatan. Gandung.
Kulipat surat ini untuk Arya. Sepulang sekolah, aku akan mampir ke rumahnya, menyampaikan tulisan ini.
Isal dan Feli sudah menulis surat juga. Semoga Arya bisa semangat sekolah lagi dan bermain dengan kami.
Sepulang sekolah, kami diminta Pak guru untuk mengantar beliau dan teman-teman yang lain ke rumah Arya. Tapi, Arya tidak mau bertemu dengan kami. Hanya pak guru yang boleh masuk ke kamar Arya. Ya, kami maklum. Penyakit yang diderita Arya adalah penyakit yang mengerikan, mungkin Arya belum siap menghadapinya. Kalau aku yang mendapat penyakit seperti ini, aku tidak tahu harus bagaimana, dan aku tidak akan sanggup menghadapinya.
Aku menunggu hari demi hari di mana Arya akan berangkat sekolah. Tapi sudah satu bulan lamanya, dia belum juga hadir di sini. Apakah surat-surat kami belum membuatnya bersemangat?
****
Suatu hari, Arya datang ke sekolah setelah sekian lama dia di rumah. Arya kelihatan sehat dari pada sewaktu aku menjenguknya. Tentu hal ini mengejutkan kami. Terlebih-lebih aku. Aku sangat senang Arya bisa bersama kami lagi.
Aku menyalami dan memeluknya erat. Begitu juga Isal, Feli dan teman-teman lainnya. Ternyata kami semua merasa kehilangan Arya, sebab tidak ada satupun anak yang membenci Arya. Para guru juga menyalaminya dengan gembira. Senangnya menjadi seorang Arya. Dia begitu disukai oleh banyak orang. Ya, karena Arya anak yang baik, penolong, pintar, taat beragama, dan rendah hati.
Sepulang sekolah, kami mampir dulu ke rumah Arya. Begitu banyak cerita yang ingin aku sampaikan pada Arya, Isal, dan Feli juga ingin bersama Arya. Kami bermain sampai sore. Kami sangat berharap, persahatan ini akan semakin erat.
****
Kami tidak akan pernah menyangka, pertemuan kami dengan Arya adalah pertemuan yang terakhir. Keesokan hari setelah ia berangkat sekolah, Arya meninggalkan kami semua, meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Arya apakah kamu tahu, aku telah berganti agama. Aku menjadi seorang muslim sekarang. Itu karena kamu. Aku begitu terkesan dengan perilakumu yang sungguh sangat baik sehingga membuatku ingin satu agamamu
Arya aku selalu berdoa untukmu…….
Ilustrasinya : Edhi Arianto
Penerbitnya : MITRA BOCAH MUSLIM
Nama : Pramesti Nurul Huda
Kelas / No. Absen : VII B / 25
0 komentar:
Posting Komentar